24
Tidak terasa berbulan-bulan
telah berlalu. Musim semi penuh kenangan manis itu perlahan tergantikan oleh
bulan-bulan penuh kekosongan. Dia menyadarinya dari perubahan suasana yang
dirasakannya. Ketika bunga dan pepohonan mulai tumbuh, orang-orang menanggalkan
mantel tebal mereka, es-es di jalanan mencair, musim flu telah lewat, dan kini
tidak terasa olehnya semua itu berganti lagi. Namun tidak lama kemudian, dilihatnya
pepohonan mulai meranggas, hawa dingin bertiup kencang mengundang kegalauan, langit
pun kelam, orang-orang mulai mengenakan mantelnya lagi. Barulah ia sadar kini
ia tengah berada di musim gugur.
Meskipun hari dan bulan terus
berganti, waktu tetap tidak bisa mengikis perasaannya. Walaupun orang silih
berganti berusaha mengisi kehidupannya, tidak ada yang mampu mengisi
kekosongannya. Berkaleng-kaleng bir ia habiskan namun kesedihannya tidak
tertelan bersama minuman keras itu. Dia memisahkan diri dari dunia nyata,
seperti orang gila di dalam lubang kesengsaraan. Seperti mesin yang terprogram,
dia tetap menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Namun satu pun tidak akan ada
yang diingatnya saat ia pulang pada tengah malam dan berbaring di ranjangnya.
Siang ini dia duduk di sofa
bersama tabletnya, mencari sesuatu yang tidak jelas di internet. Samar-samar
terdengar celotehan teman-teman bandnya tidak jauh darinya. Mereka terlihat
bahagia sejauh ini. Baginya itu adalah satu hal yang melegakan.
“Hei, Shou.” Hiroto melemparkan bantal
kecil yang mengenai wajahnya, membuatnya berpaling untuk sesaat.
“Apa?”
“Kau ingin memakai kostum apa
untuk tahun ini?” tanya Nao.
“Kostum?” Shou mengerutkan dahi.
“Kostum apa?”
“Kau lupa minggu depan adalah
Halloween?” mereka terkejut Shou lupa pada hari menyenangkan itu. “Ayolah,
teman! Kau tahu itu salah satu hari kesukaanmu!”
Halloween? Ya, dia ingat dulu
dia sangat antusias pada hari itu. Dia rela menghabiskan uangnya sebanyak
apapun demi kostum dan perlengkapannya setiap tahun. Tetapi sekarang, seperti
raga yang tak berjiwa, dia tidak bisa sesemangat dulu.
“Bagaimana kalau pahlawan super
adalah tema kita tahun ini?” Tora mengusulkan.
“Kalau begitu, aku ingin menjadi
Spiderman!” Nao mengangkat tangannya tinggi-tinggi seperti anak kecil. Shou
tidak bisa menahan senyumnya, Nao memang seperti itu setiap Halloween. Kalau
bukan karena keempat temannya, dia bisa saja ikut bersama anak kecil meminta
permen dari pintu ke pintu.
“Aku terpikir untuk menjadi Iron
Man, kalau bisa...” Saga menimbang-nimbang. “Thor atau Loki juga boleh...”
“Menurut kalian kalau aku
menjadi Deadpool bagaimana? Aku suka gayanya.” Kata Tora.
“Kurasa aku ingin menjadi
Hawkeye saja.” kata Hiroto.
Shou diam saja mendengar mereka
sibuk mendiskusikan kostum apa yang cocok untuk mereka kenakan selama beberapa
lama hingga kelamaan ia ikut tertarik. Jika ia harus mengenakan kostum pahlawan
super, dia bisa menjadi Dr. Strange. Tokoh itu sangat mirip dirinya, sombong
dan dingin karena kesuksesannya yang sangat besar sebagai seorang dokter
ternama namun kehilangan orang-orang yang disayanginya. Dokter itu mendapat
kecelakaan dan berusaha keras mencari penyembuhnya sebelum bertemu penyihir
yang dulu pernah menyelamatkannya saat dia masih kecil.
“Dr. Strange? Pilihan yang
bagus.” Tora mengangguk setuju. Dia sepertinya juga tahu cerita tentang tokoh
itu.
“Ya, jika kalian memaksaku
memakai kostum. Tetapi aku tidak mau menyelenggarakan pestanya seperti dulu.”
Shou memberi syarat.
“Tenang saja. Kau tidak perlu
menyelenggarakan pesta karena kita telah diundang.”
“Ke pesta siapa?”
Keempat temannya saling
bertatapan beberapa lama, tampak ragu. Namun mereka menjawab juga, “Petshop Avaron
akan mengadakan pesta halloween. Dia, Aya, dan Yoriko mengundang kita berlima
untuk datang.”
Seketika, sebuah pisau seolah
menikamnya dengan tajam dari belakang saat sahabatnya mengingatkannya pada
seseorang di petshop yang menjadi sumber kesedihannya. Namun entah mengapa ia
tersenyum. Meskipun hatinya terluka, dia selalu tersenyum jika teringat gadis
itu. Dia juga teringat Halloween pasti merupakan hari kesukaannya dan penasaran
kira-kira gadis itu akan mengenakan kostum apa. Bagaimana kabarnya? Rasanya
seperti berabad-abad dia tidak berbicara dengannya lagi. Terakhir kali mereka
berbicara, kata-kata yang terlontar darinya hanya menyakiti gadis itu.
“Tapi jika kau tidak ingin
datang, tidak apa. Kami mengerti...” Saga memahami makna keheningan Shou. Namun
Tora menyela, “Tidak. Tidak seru jika hanya berempat. Bukan Alice Nine namanya
kalau tidak berlima. Dia harus ikut ke pesta itu atau kita tidak datang sama
sekali.”
Shou dapat memahami tuntutan
Tora itu. Sahabatnya menginginkan dirinya melepaskan bebannya, menghadapi
ketakutannya, dan menyelesaikan masalahnya. Dia malu untuk datang ke sana, dia
tidak tahu harus menaruh mukanya di mana begitu ia bertemu gadis itu. Bagaimana
jika gadis itu telah ceria dan tiba-tiba luka di hatinya kembali terbuka karena
melihatnya.
“Kau harus menghadapinya, Shou.
Berapa lama lagi kau harus mengulur waktu?” desak Tora. “Cepat atau lambat,
kalian harus berbicara lagi.”
Shou mendesah pelan. Tora benar,
dia harus bisa mengatasi masalahnya. Bagaimanapun juga, perasaan itu masih ada.
Dia merindukan gadis itu, dia harus bertemu dan mendengar suara gadis itu lagi.
Lalu dia akan mengakui perasaannya dengan secuil harga dirinya yang tersisa.
“Halloween!!! Aku senang sekali
Halloween!” seru Aya yang datang dengan membawa sekeranjang besar hiasan
Halloween untuk dipajang di toko.
Yoriko hanya tersenyum melihat
keantusiasan sahabatnya jelang Halloween. Dia sedang merangkai satu set
kerangka manusia yang telah dimilikinya selama 3 tahun di antara koleksi
perlengkapan gotiknya untuk dipajang di jendela toko. Avaron sangat berterima
kasih padanya karena dia ahli menghias tokonya menjadi seram dan gotik ini.
Yoriko mengambil tema Petshop of Horrors. Suasana petshop akan diubah seperti
petshop milik tokoh Count D di anime itu. Dia akan menambah tirai-tirai,
memberikan nuansa oriental dan gotik, dia juga akan menghias kandang-kandang
hewan dengan ornamen cantik, dan dia akan membakar dupa dengan wewangian
seperti yang biasa dilakukan Count D untuk menampakkan wujud sesungguhnya hewan-hewan
peliharaannya.
“Jadi, kau akan menjadi siapa
untuk hari H nanti?” tanya Aya sambil mengeluarkan hiasan-hiasan yang dibawanya
di atas meja.
“Kurasa aku akan menjadi
Kuchisake Onna.” Jawab Yoriko sehingga Aya langsung berpaling terkejut.
“Kuchisake Onna? Tidak
kusangka!” pasti membutuhkan usaha keras untuk berdandan seperti hantu
perempuan bermulut sobek itu. Tetapi ini Yoriko, dia pasti bisa melakukannya
dengan baik.
“Tapi, kali ini, aku akan
sedikit kreatif dan membuat latar belakang untuk tokohku.” Kata Yoriko bangga.
Dia akan mengenakan kostum pengantin wanita putih dengan kerudung kain layaknya
pengantin wanita pada umumnya. Ceritanya, Kuchisake Onna itu dibunuh oleh kekasihnya
menjelang hari pernikahan mereka.
“Kau harus membuat kerudung itu
menutupi wajahmu. Orang-orang akan berpikir kau berkostum sebagai seorang
pengantin sehingga mereka akan mengira kau cantik, tapi mereka akan langsung
terbirit-birit begitu membukanya!” Aya menambahkan usul.
Yoriko tertawa. Itu sebuah usul
yang sangat bagus. Setelah itu, tiba-tiba Aya langsung mendekatinya dengan raut
serius. “Sungguh, Yoriko. Dari mana kau mendapat ide seperti itu? Jangan-jangan
kau masih...”
“Tidak, aku sudah membaik, Aya.”
Elak Yoriko. “Ini tidak ada hubungannya dengan apapun.”
“Benarkah? Aku masih khawatir,
kau tahu. Kau masih tampak cukup kacau beberapa bulan ini...” tanya Aya
prihatin.
“Aku baik-baik saja, Aya. Tidak
ada yang kututupi dan tidak ada yang kusimpan, sungguh.” Yoriko meyakinkannya.
Memang benar dia sudah mulai membaik dan kembali menjalani hidupnya, namun dia
tidak bisa melupakannya. Dia sudah melapangkan dadanya untuk memaafkan apapun
yang diucapkan pria itu padanya tempo hari, tetapi dia masih terus
mengingatnya. Terkadang ucapannya itu membangunkannya di tengah malam,
terkadang dia juga menangis beberapa saat sebelum kembali tertidur. Masih ada pula
beberapa kenangan manis bersama pria itu yang sanggup membuatnya tersenyum. Dia
tidak ingin melupakan kenangan baik dan buruk itu, karena hanya kenangan itulah
satu-satunya bukti bahwa mereka dulu pernah mengenal satu sama lain.
“Bagus kalau begitu. Karena aku
dan Avaron-san mengundang dia dan teman-temannya ke pesta kita!” seru Aya
senang.
“Apa!?”
“Lho, kupikir kau sudah
membaik...” kata Aya. “Jadi tidak masalah kan kalau dia datang...”
“Bukan begitu...” Yoriko menjadi
panik sendiri. Jika mereka bertemu bagaimana jadinya Yoriko? Akan ditaruh mana
mukanya? Orang itu pasti akan jijik melihat wajahnya, apalagi dia akan menjadi
Kuchisake Onna nanti!
“Bagaimanapun juga, Yoriko. Kau
harus menghadapinya juga. Tidak ada salahnya kan kalian bertemu untuk sekadar
basa-basi? Kalau kau tidak ingin melihatnya, kau bisa menemani tamu lainnya
atau membantuku saja. Jangan perlihatkan kelemahanmu di depannya!” Aya
meyakinkannya.
Ucapan Aya ada benarnya. Dia
tidak bisa terus lari dari masalahnya. Pada akhirnya akan tiba saatnya dimana
dia harus menghadapinya dan mengatasinya. Ini hanya pesta Halloween, tidak ada
hal aneh yang akan terjadi, bukan?
Di samping itu, dia merindukan
pria itu. Walaupun dia mendengarkan lagu orang itu berkali-kali karena ingin
mendengar suaranya saja, rasanya masih belum cukup. Meskipun dia sering melihat
wajahnya terpampang di poster yang menempel di jalanan, dia masih belum puas. Dia
ingin pria itu ada di hadapannya, dia ingin merasakan sentuhannya. Tidak
masalah pria itu akan mencaci makinya, dia bisa melakukan itu sepuasnya, selama
dia bisa mendengar suaranya lagi. Tidak masalah di pesta nanti dia hanya bisa
memandangnya dari jauh, selama dia bisa melihatnya lagi. Memastikan dia
baik-baik saja dan meneruskan hidupnya seperti yang dia lakukan.
Lalu dengan secuil keberaniannya
yang masih tersisa, dia akan meminta maaf pada pria itu karena telah
mengacaukan kehidupannya dengan melakukan hal terburuk yang pernah dia lakukan padanya;
mencintainya.